SITOSOL DAN SITOSKELET
SITOSOL
Sitosol merupakan bagian sitoplasma yang berupa cairan yang terdapat
disela-sela organel baik berselaput atau pun tidak (contohnya :
ribosom). 50 % volume dari sel terdiri dari sitosol. Beribu-ribu enzim
yang terlibat dalam metabolisme intermedia terlarut di dalam sitosol
atau hialoplasma. Selain itu cairan ini penuh dengan ribosoma yang aktif
mensintesis protein. Sekitar 50 % protein yang disintesis oleh ribosom
ini ditentukan untuk tetap berada di sitosol.
Semula sitosol dianggap sebagai cairan homogen yang kental dan elastis.
Sifat-sifat ini dapat ditunjukkan dengan berbagai cara. Salah satu di
antaranya yaitu dengan memberi tanda pada sesuatu molekul dan melihat
betapa mudahnya tadi menyebar dari salah satu sisi sel ke sisi sel yang
lain. Hal ini menunjukkan adanya daya tahan dari bahan untuk dapat
bergerak dengan bebas di dalam sitosol.
SITOSKELET
Sitoskelet merupakan filamen-filamen yang teranyam membentuk suatu
jejala atau kerangka yang disebut atau kerangka sel. Salah satu peranan
sitoskelet bagi sel adalah untuk mengatur pergerakan flagel dalam proses
endositosis dan proses penggandaan nukleus.
Keberadaan filamen-filamen bermatra halus di dalam sitosol, baru
terungkap pada saat Keith Porter dan sejawatnya mengembangkan suatu cara
untuk melihat sel tanpa penyelubungan dan penyayatan dengan menggunakan
HVEM. Pengamatan dengan HVEM menunjukkan bahwa sitoplasma yang berada
di sela-sela organela tampak penuh dengan anyaman trimatra dari
benang-benang yang sangat halus. Anyaman trimatra ini disebut dengan
jejala mikrotrabekular karena mirip dengan trabikula tulang bunga
karang. Selain itu di dalam sitosol juga terdapat filamen-filamen yang
bermatra lebih besar daripada mikrotrabekula.
Berdasarkan struktur dan garis tengahnya filament dikelompokkan menjadi 3
kelompok yaitu: mikrotubula, mikrofilamen, dan filamen intermedia.
Mikrotubula, mikrofilamen, filamen intermedia dan mikrotrabikular
merupakan protein yang dinamis yang selalu terakit dan terurai. Selain
itu protein-protein ini sangat berikatan sehingga membentuk suatu
jaring-jaring dan jaring-jaring ini disebut sitoskeleton atau kerangka
sel.
Mikrotubula
Mikrotubula dibentuk dari molekul-molekul tubulin, setiap molekul
merupakan heterodimer yang terdiri dari dua sub unit globuler yang
terikat erat. Subunit-subunit tersebut merupakan protein sejenis yang
diberi nama tubulin a dan tubulin b. molekul tubulin saat ini hanya
dijumpai di sel-sel eukariota, terutama di otak vertebrata. Diameter
mikrotubula lebih kurang 24 namometer dengan tebal dinding berdiameter 5
nanometer.
Sebelum molekul-molekul tubulin terakit menjadi mikrotubula, terlebih
dahulu mereka menyusun diri protofilamen dengan jalan subunit tubulin B
dari sebuah molekul tubulin berlekatan dengan subunit a dari molekul
tubulin yang lain yang berada di sampingnya.sebuah mikrotubula yang juga
disebut singlet mikrotubula terdiri 13 protofilamen yang tersusun
membentuk suatu lingkaran.
Jika 3 buah protofilamen dari sebuah mikrotubula, mikrotubula A juga
menjudi milik mikrotubula yang lain, mikrotubula b, dua buah mikrotubula
tersebut diberi nama doublet. Mikrotubula memilki kutub positif yaitu
kutub yang pertumbuhannya sangat cepat dan kutub negatif yaitu kutub
yang pertumbuhannya lambat. Hal ini disebabkan oleh susunan protofilamen
yang sejajar satu terhadap yang lain dan sesuai dengan polaritas
masing-masing.
Terdapat dua kelompok mikrotubula yaitu: mikrotubula stabil yang dapat
diawetkan dengan larutan fiksatif apapun, misalnya; OsO4, MnO4 dan
aldehid dan dengan suhu berapapun. Yang kedua adalah mikrotubula labil
yaitu mikrotubula yang dapat diawetkan hanya dengan larutan fiksatif
aldehid dan dengan suhu sekitar 4 derajat C.
Mikrotubula labil dijumpai di dalam sitoplasma, oleh karena itu disebut
pula mikrotubula sitoplasmik. Mereka seringkali tersusun sejajar satu
terhadap yang lain seperti yang terdapat dalam aksoplasma sel saraf.
Namun dapat pula terlihat terpancar dari satu pusat ke dekat inti
seperti yang terlihat pada sel yang sedang membelah. Mikrotubula
sitosplasmik dapat memberikan polaritas kepada sel dan membantu mengatur
bentuk sel, gerakan sel dan menentukan bidang pembelahan sel.
Kegiatan mikrotubula sebagian besar berlandaskan pada kelabilannya.
Salah satu contoh yang mencolok adalah dibentuknya gelendong mitosis
atau apparatus mitosis yang terbentuk setelah mikrotubula sitoplasmik
terurai di awal mitosis.
Mikrotubula gelendong mitosis pada umumnya sangat labil, cepat terakit
maupun terurai. Hal inilah yang menyebabkan sangat pekanya gelendong
mitosis terhadap pengaruh obat-obatan. Salah satunya adalah cholcisin.
Di dalam sel setiap molekul kolkisin akan terikat erat pada tubulin
bebas, sehingga mencegah terbentuknya mikrotubula. Akibatnya pembedahan
sel yang sedang membelah ke kolkisin menyebabkan menghilangnya gelombang
mitosis dan menghentikan proses mitosis untuk beberapa menit.
Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan menghambat proses mitosis
disebut senyawa antimitotik. Pengaruh zat-zat antimototik tersebut pada
umumnya timbal balik. Sehingga apabila obat-obatan itu dihilangkan,
gelendong mitosis tampak kembali dan mitosis berlanjut. Gangguan pada
gelombang mikrotubula dapat mematikan sel yang sedang membelah, oleh
karena itu zat-zat antimototik dapat digunakan untuk terapi kanker.
Mikrotubula sitoplasmik di dalam sel pada stadium interfase dari sel
yang dibiakkan dapat ditunjukkan dengan teknik immunofluoresen.
Mikrotubula paling banyak terdapat di sekitar inti. Dari daerah ini
terpancar dalam bentuk anyaman-anyaman benang halus ke arah perifer sel.
Asal mikrotubula dapat diketahui dengan tepat dengan jalan
mendepolimerasi dan membuarkannya tumbuh kembali. Mikrotubula yang
timbul kembali semula terlihat seperti bintik kecil yang berbentuk
bintang, oleh karena itu disebut aster, terletk di dekat inti.
Pancaran-pancaran benang halus itu memanjang ke arah tepi sel sampai
penyebaran awal terbentuk kembali. Daerah terbentuknya aster disebut
MTOC. Dengan menggunakan perunut dapat diketahui bahwa kutub negatif
mikrotubula berada di daerah MTOC sedangkan kutub positifnya menjauhi
MTOC.
Sebagian besar sel hewan memiliki MTOC utama yang disebut pusat sel atau
sentrosom. Sentrosom terletak di salah satu sisi inti dan padanya
terdapat sepasang sentriola yang tersusun tegak lurus satu terhadap yang
lain. Perlu diingat bahwa tidak semua MTOC memiliki sentriola misalnya:
MTOC pada sel tumbuhan. Di sini mikrotubula aster muncul dari sentrosom
yang hanya terdiri dari materi padat elektron. Demikian pula sentriola
juga tidak dijumpai gelendong meiosis oosit mencit, meskipun kemudian
akan terlihat pada perkembangan embrio. Oleh karena itu tidak seperti
aksonema silia yang tumbuh langsung dari sentriola, mikrotibula
sitosplasmik tidak langsung berpangkal pada sentriola itu sendiri
melainkan timbul dari materi tanpa gatra yang terdapat di sekeliling
sentriola.
Apabila sentrosoma dalam hal ini sentriola dengan materi yang terdapat
di sekitarannya, diisolasi dan dicampur dengan tubulin murni, kemudian
ditumbuhkan in vitro, isolat tadi akan mengawali perakitan dengan cepat
sekali. Mikrotubula ini seperti halnya mikrotubula in vivo, ujung
negatifnya berpangkal pada materi perisentriolar. Jumlah mikrotubula
yang dapat ditimbulkan oleh isolat sentosoma yang manapun, tampaknya
tetap dan sesuai dengan jumlah sentrosom di dalam sel tempat asal isolat
tersebut. Pada fibroblast stadium interfase jumlah mikrotubula sekitar
250 buah.
Mikrotubula sitoplasmik pada sel hewan cenderung memancar ke segala arah
dari sentrosom. Bagaimanapun juga sel hewan bersifat polar dan
peralitan molekul tubulin menjadi mikrotubula dipantau sedemikian rupa
sehingga mikrotubula yang terbentuk menjulur ke arah tertentu dari sel.
Mekanisme kejadian ini tampaknya berlandaskan pada sifat dinamis dari
mikrotubula. Mikrotubula dipantau sedemikian rupa sehingga mikrotubula
yang terbentuk menjulur ke arah tertentu dari sel. Mekanisme kejadian
ini tampaknya berlandaskan pada sifat dinamis mikrotubula yang terbentuk
menjulur ke arah tertentu dari sel. Mikrotubula dalam kultur sel
cenderung berada dalam salah satu keadaan yaitu: tumbuh terus menerus
secara ajeg atau teruarai dengan cepat. In vivo mikrotubula ini juga
cenderung berada dalam dua keadaan seperti yang telah diuraikan. Umur
rata-rata fibroblas dalam kultur sel pada stadium interfase kurang dari
10 menit. Pancaran mikrotubula dari sentrosoma tampak selalu
berubah-ubah seiring dengan pertumbuhan dan perombakannya.
Sifat kelabilan mikrotubula ini berguna untuk menerangkan arah
pertumbuhannya. Mikrotubula yang kedua ujungnya terdapat bebas di
sitoplasma akan segera lenyap. Mikrotubula yang tumbuh dengan ujung
negatif melekat pada sentrosom dapat dibuat stabil apabila ujung
positifnya dilindungi sehingga menghalangi terjadi depolimerasi.
Sel yang sedang mengalami reorganisasi, mikrotubula di dalamnya terus
menerus terkait dan terurai. Salah satu contoh yaitu, sel yang sedang
membelah. Sel-sel jaringan dewasa memiliki mikrotubula yang sudah tidak
berubah-ubah lagi misalnya pada sel saraf. Pemasakan mikrotubula ini
ditentukan sebagian oleh modifikasi pasca translasi dari molekul tubulin
dan sebagian lagi oleh interaksi antara mikrotubula dengan protein
khusus pengikat mikrotubula.
Modifikasi pasca translasi dari tubulin menunjukkan bahwa mikrotubula
telah mantap. Namun, modifikasi mikrotubula yang paling cepat terjadi
diduga karena adanya hubungan dengan protein lain yang disebut MAPs.
Protein ini berperan sebagai untuk merintangi penguraian mikrotubula dan
memacu terjadinya interaksi antara mikrotubula dengan komponen sel
lainnya. Mengingat bahwa fungsi mikrotubula itu beraneka ragam, maka
wajarlah bahwa terdapat banyak macam MAPs.
Sebelumnya telaah dikemukakan bahwa terdapat berbagai macam fungsi
mikrotubula. Beberapa contoh dari fungsi tersebut yaitu: sebagai pemandu
gerakan organela di dalam sitoplasma, sebagai penentu tempat RE dan
App. Golgi di dalam sitoplasma. Uraian yang lebih rinci tentang fungsi
mikrotubula akan dibicarakan di bagian lain Bab ini.
Mikrofilamen
Meskipun terdapat bermacam-macam filamen di dalam sel yang dapat
ditunjukkan. Dengan mikroskop elektron, namun istilah mikrofilamen
ditujukan kepada semua elemen fibrosa yang memiliki garis tengah 60
angstrom dan terdiri dari molekul protein aktin. Selain aktin terdapat
pula mikrofilamen yang disebut miosin dan tropomiosin yang banyak
dijumpai di sel otot. Mikrofilamen-mikrofilamen sel otot akan
dibicarakan di bagian akhir Bab ini. Semula aktin dianggap hanya
merupakan filamen yang terdapat di sel otot saja. Namun, ternyata semua
sel memilikinya. Aktin merupakan protein globular dengan BM 42.000
dalton. Apabila berada dalam bentuk monomer disebut aktin G yang dapat
dirakit menjadi filamen beruntai rangkap dan disebut Aktin F. seperti
halnya mikrotubula aktin juga mudah terurai menjadi monomer-monomernya
dan terakit kembali menjadi mikrofilamen. Dari beberapa penelitian
diketahui bahwa aktin merupakan protein kontraktil yang terlibat dalam
proses-proses yang terjadi dalam sel, antara lain: sitokinesis, aliran
plasma, gerakan sel, gerakan mikrovili intestinal, dan sebagainya.
Aktin merupakan protein terbanyak yang terdapat di dalam sel eukariota
hampir 5 % dari semua protein sel. Walaupun aktin tersebar di seluruh
sitoplasma namun, sebagian besar sel hewan mempunyai jaring-jaring
sangat tebal yang terdiri dari filamen aktin dan protein-protein yang
terdapat tepat di permukaan sitosolik selaput sel. Jaring-jaring ini
merupakan konteks sel, yang memberi daya mekanis kepada permukaan sel
dan memungkinkan sel dapat bergerak serta berubah bentuk. Bentuk korteks
sel bervariasi dari sel ke sel atau dari beberapa dalam satu sel. Di
beberapa sel, korteks sel merupakan anyaman trimatra yang tebal dari
filamen aktin yang berikat silang. Pada sel-sel yang lain menyerupai
anyaman dwimatra yang tipis. Di dalam korteks sel tidak dijumpai
organela, semua daerah ini disebut ektoplasma.
Di beberapa daerah tertentu dari sel hewan, berkas-berkas kecil filamen
aktin tersembul dari korteks membentuk pusat yang kaku dari tonjolan
permukaan sel sedangkan di daerah yang lain filamen aktin menarik
selaput sel ke dalam. Mengingat bahwa selaput sel sangat menyatu dengan
korteks sel, untuk beberapa tujuan dua unit ini dianggap sebagai satu
unit fungsional.
Hampir 50 % dari molekul aktin di dalam sebagian besar sel hewan tidak
terpolimearasi. Mereka berada sebagai keseimbangan yang dinamis terjalin
antara molekul aktin dengan filamen aktin yang menyebabkan terjadinya
gerakan permukaan sel. Pada bagian ini akan dinahas bagaimana protein
pengikat aktin mengatur perakitan filamen aktin mengikatnya menjadi
berkas atau anyaman dan menentukan kemampuan-kemampuannya.
Filamen aktin seringkali dijumpai sebagai jaring-jaring trimatra yang
kaku hal ini disebabkan karena filamen aktin sangat terikat dengan
protein pengikat silang. Protein pengikat silang yang terbanyak terdapat
di dalam sel yaitu filamen suatu molekul panjang dan lentur terdiri
dari dua rantai polipeptida kembar. Selain berupa anyaman atau
jaring-jaring aktin dapta terikat dalam bentuk berkas-berkas seperti
yang dijumpai pada mikrovili intestinal.
Mikrovili adalah tonjolan-tonjolan berbentuk jari yang terdapat di
permukaan sel, terutama sel hewan. Tonjolan-tonjolan ini banyak dijumpai
pada sel epitelium terutama yang memerlukan permukaan penyerapan yang
sangat luas. Panjang mikrovili sekitar satu mikron meter dengan garis
tengah 80 nanometer. Akibatnya luas permukaan penyerapan menjadi 20 kali
lebih besar daripada tanpa mikrovili. Selaput plasma di daerah
mikrovili memiliki selubung eksraselular yang terdiri dari polisakarida
dan enzim-enzim penceernaan. Pengamatan dengan mikroskop elektron
menunjukkan bahwa bagian tengah mikrovili berisi seberkas filamen aktin
yang tersusun sejajar satu terhadap yang lain dengan ujung-ujung
positifnya mengarah ke permukaan sel. Filamen-filamen tersebut di
beberapa tempat dihubungkan satu dengan yang lain oleh protein-protein
pengikat aktin yaitu: fimbrin, vilin, dan komplek calmodulin.
Berbeda dengan filamen dan protein-protein pengikat-aktin lainnya
bersifat lentur dan membentuk anyaman dengan laktin, maka fimbin dan
vilin merupakan molekul-molekul protein yang kecil. Akibatnya jarak
antara filamen-filamen aktin yang diikatnya begitu rapat sehingga
terbentuklah berkas yang kaku. Bagian basal berkas filamen aktin
mikrovilar berada pada bagian korteks daerah apikal sel epitelium.
Daerah korteks ini disebut dengan jaring-jaring terminal. Jaring-jaring
terminal ini terdiri dari anyaman molekul-molekul spektrin yang melapisi
jala-jala filamen intermedia dan menjaga supaya berkas filamen aktin
pada mikrovili tetap menjulur ke permukaan dengan sudut 90 derjat dengan
permukaan sel.
Aktin mikrovilar dapat tetap berada pada kedudukannya karena adanya
molekul protein yang menghubungkan berkas aktin ke selaput sel yang
melindunginya.
Selain itu, di ujung apikal mikrovili terdapat semacam tudung terdiri
dari kelompokan senyawa tak bergatra yang merupakan tempat menempelnya
ujung positif filamen-filamen aktin. Dengan beberapa penelitian
diketahui bahwa protein penghubung berkas aktin ke selaput sel terdiri
dari minimiosin yang terikat erat pada calmodulin, suatu protein
pengikat kalsium. Diduga peranan minimiosin calmodulin pada mikrovili
ini untuk membantu pengelupasan selaput sel beserta enzim yang terkait
agar dapat melangsungkan tugasnya. Tentang senyawa tak bergatra pada
ujung mikrovili belum banyak diketahui.
Pertan lain yang dimainkan filamen aktin antara lain adalah membantu
pelekatan sel dan sel-sel lainnya yang berada dalam satu jenis jaringan.
Demikian pula, apabila aktin terdapat dalam sel yang dibiakkan.
Filamen-filamen ini akan menyebabkan sel-sel tersebut mampu melekat pada
substrat tempat dimana dia tumbuh, tempat itu disebut dengan lempeng
adesi. Pelekatan yang seperti dikemukakan dapat terjadi karena adanya
penghubung yang terdiri dari glikoprotein transmembran pada selaput sel,
seperti yang terdapat pada kultur fibroblast.
Dalam hal ini filamen-filamen tersebut mempunyai peranan struktural.
Sesuai dengan fungsi strukturalnya susunan filamen ini tetap.
Perubahan-perubahan pada permukaan sel seperti pada gerakan sel
ditentukan oleh polimerasi aktin.
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa aktin seperti halnya
mikrotubula, merupakan filamen polar. Akibat dari polaritas ini terlihat
bahwa kecepatan polimerasi berbeda dari ujung ke ujung. Perbedaan ini
dapat ditunjukkan dengan sepotong filamen aktin yang dibubuhi fragmen
kepala miosin untuk menunjukkan polaritas aktin. Miosin selalu mengarah
ke ujung positif dari aktin. Sesudah dua jenis filamen ini digabungkan
barulah filamen aktin didedahkan ke monomer-monomer aktin dalam keadaan
polimerasi. Sesudah beberapa saat filamen aktin difiksasi dan diamati
dengan mikroskop elektron. Dari pengamatan terlihat bahwa ujung positif
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan ujung negatif. Dengan keadaan
media dibuat setara dengan dengan di dalam sel hidup terlihat bahwa
pertumbuhan aktin murni 5 sampai 10 kali lebih cepat di aderah positif
daripada di derah negatif. Dengan demikian ternya bahwa aktin selalu
tumbuh dari daerah positif. Pertumbuhan atau perakitan aktin selalu
diawali di daerah selaput plasma terutama selaput sel.
Gerakan sel seperti fagositosis atau perpindahan sel, tergantung pada
keseimbangan dinamis antara molekul aktin dengan filamen aktin.
Polimerisasi aktin pada dua jenis gerakan tadi, lambat dan berlangsung
sementara oleh karena itu sulit dikenali. Pentingnya proses polimerasi
dan depolimerasi dalam gerakan sel ini ditunjukkan dengan menggunakan
pengaruh obat-obatan yang mencegah perubahan-perubahan polimerasi aktin
dan karenanya mengganggu gerakan sel. Salah satu diantara zat-zat
penghambat itu adalah sitokalasin, suatu kelompok metabolit yang
dihasilkan oleh jamur. Senyawa ini dapat melumpuhkan gerakan-gerakan sel
seperti perpindahan sel, sitokenesis, fagositosis dan sebagainya.
Obat-obatan seperti sitokalasin tidak menghambat pemisahan kromosom pada
mitosis, tidak pula menghambat kontraksi otot. Akibat pemberian
sitokalasin dan obat-obatan sejenisnya adalah hambatan pertumbuhan yang
terjadi pada ujung positif filamen aktin.
Senyawa lain yang berpengaruh terhadap mikrofilamen aktin yaitu
faloidin. Senyawa ini merupakan alkaloid yang sangat berbisa yang
dihasilkan oleh armanita phaloides. Berbeda dengan sitokalasin senyawa
ini justru menghambat terjadinya proses depolimertasi. Demikian pula
senyawa ini tidak mudah melewati selaput sel, oleh karena itu untuk
memperoleh hasil yang baik perlu disuntikkan ke dalam sel. Faloidin
dapat menghentikan gerakan amoeba dan sel-sel vertebrata di dalam kultur
sehingga memberi kesan bahwa perakitan dan penguraian mikrofilamen
aktin sangat penting bagi gerakan ini. Mengingat bahwa faloidin
berikatan secara khusus dengan aktin maka untuk memperlihatkannya
digunakan teknik fluoresen.
Protein pengikat akan lebih banyak diketahui daripada protein penghubung mikrotubula atau protein penghubung intermedia.
Sesudah komponen-komponen anyaman filamen aktin ditentukan denga tepat
masih tetap ada kesulitan untuk menjelaskan berbagai interaksinya.
Filamen intermedia
Filamen intermedia merupakan filamen yang liat dan tahan lama yang
terdapat di dalam sel eukariota. Selain itu filamen intermedia terdiri
dari molekul-molekul protein fibrosa. Fialmen memiliki daya rentang
sangat tinggi. Filamen intermedia berukuran lebih kecil dibandingkan
mikrotubula tetapi lebih besar daripada mikrofilamen, diameternya
berkisar antara 8 sampai 10 nanometer. Filemen intermedia merupakan
benang berongga yang terdiri dari lima buah protofilamen, sejajar satu
dengan yang lain adalah membentuk sebuah lingkaran sehingga penampang
melintangnya tampak seperti bunga. Filamen intermedia terdapat di
seluruh sitoplasma dengan pusatnya di sekeliling nukleus menyerupai
suatu keranjang. Dari sini menjulur ke segala arah menuju daerah
perifer.
Filamen-filamen ini banyak dijumpai dalam sel yang sering mendapat
tekanan mekanis, seperti halnya sel epitelium akson sel saraf atau
sel-sel otot polos. Apabila suatu sel diperlukan dengan detergen yang
tidak mengion, filamen-filamen intermedia tetap tidak terlarut sedangkan
filamen-filamen yang lain terlarut. Sesungguhnya istilah sistokelet
tepat untuk mencandra filamen yang sangat stabil ini.
Sel di dalam kultur bila diwarenai dengan antibodi terhadap protein
filamen intermedia misalnya vimentin, menunjukkan adanya anyaman yang
sangat halus di sekeliling nukleus dan meluas di seluruh sitoplasma.
Pola penyebaran filamen intermedia ini berbeda dengan pola penyebaran
elemen sitoskeleton yang lain, misalnya mikrotubula. Organisasi filamen
intermedia sitoplasmik ditentukan oleh adnya interaksi dengan
mikrotubula. Organisasi filamen intremedia sitoplasmik ditentukan oleh
adanya interaksi dengan mikrotubula. Hal ini terbukti bila sel dikenai
pengaruh kolkisin mikrotubula terdepolimerisasi sedanglan filamen
intermedia menggumpal menjaddi tudung perinuklear.
Selain itu organisasi filamen intermedia sitoplasmik juga ditemukan oleh
adanya interaksi dengan selaput seel. Di dalam eritosit Aves yang tidak
seperti halnya eritrosit mammalia,terdapat nukleus dan filamen
intermedia vimentin diduga berikatan dengan selaput sel secara tidak
langsung. Vimentin berikatan dengan ankyrin yang berikatan dengan
protein perifer selaput sel. Filamen intermedia keratin terikat pada
selaput sel di pertautan antar sel yang disebut desmosoma.
Filamen intermedia yang paling stabil dan tahan lama adalah filamen
intermedia yang terbuat dari molekul-molekul keratin. Filamen ini juga
sangat bermacam-macam. Sel-sel epitelial sederhana hanya memiliki 2
jenis keratin, sedangkan sel-sel lainnya memiliki lebih dari 6 jenis
keratin. Keanekaragaman keratin terlihat jelas pada epidermis kulit.
Sejumlah protein keratin yang berbeda disintesis oleh sel-sel epitelium
epidermal terutama yang terletak di permukaan. Apabila sel-sel dari
lapisan terluas epidermis mati, keratin tetap ada sebagai lapisan
pelindung tubuh hewan. Di beberapa tempat keratin dapat menjadi rambut,
kuku, dan bulu. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa filamen
intermedia terutama keratin merupakan penghalang primer terhadap panas
dan hilangnya air, serta berperan sebagai sarana penyamaran.
Pada saat organela-organela bergerak di dalam sitoplasma, mereka
didorong sepanjang molekul protein tempat melekatnya. Telah diuraikan
sebelumnya bahwa kinetin dan dinein mampu menimbulkan gerakan sepanjang
mikrotubula, sedangkan minimiosin dapat membangkitkan gerakan pada
aktin. Kelompokan ribosom juga sering berhubungan dengan filamen
sitoskeletal. Enzim-enzim terlarut pun termasuk enzim yang terlibat pada
proses glikolisis, dengan teknik imunofluoresens tampak terikat pada
tempat-tempat khusus di miofibril sel otot dan filamen-filamen
fibroblas.
GERAKAN SEL
Terdapat dua jenis gerakan yaitu gerakan sel yang mengakibatkan sel
berpindah tempat dan gerakan yang terjadi di dalam sel. Walaupun akibat
dari gerakan-gerakan tersebut berbeda namun landasan gerakan ini sama
yaitu kegiatan protein-protein kontraktil yang terdapat di dalam sel.
Protein kontraktil ini terdiri dari polimer panjang berbentuk
benang-benang halus. Berdasarkan matranya protein ini dikelompokkan
menjadi 3 kelompok yaitu mikrotubula dengan garis tengah sekitar 24
nanometer, mikrofilamen dengan garis tengah 7 nanometer dan filamen
intermedia yang bergaris tengah sekitar 10 nanometer. Tampak morfologis
maupun struktur molekular ketiga jenis protein tersebut telah diulas di
depan.
Gerakan sel otot
Ditinjau dari segi mikroskop terdapat dua jenis sel otot yaitu: sel otot polos dan sel otot seran lintang atau otot lurik.
Sel otot seran lintang berukuran panjang 1-40 milimeter, lebar 10-50
mikronmeter. Setiap sel mengandung lebih kurang seratus nuklei dan
sejumlah berkas filamen yang disebut miofibril. Setiap miofibril
tersusun dari deretan sarkomer yang amsing-masing berukuran panjang 2
mikronmeter pada saat sel otot istirahat. Mikroskop elektron menunjukkan
bahwa, setiap sarkomer mengandung dua jenis filamen yaitu filamen tebal
yang disebut miosin dan filamen tipis yang disebut kompelks aktin. Dua
jenis filamen ini tersusun sejajar satu terhadap yang lain.
Otot seran lintang dapat mengkerut (kontraksi), mengendur (relaksasi)
dan meregang. Keadaan ini terjadi akibat pergeseran antara miosin dan
aktin. Mikroskop elektron menunjukkan bahwa pada saat mengkerut atau
mengendor, panjang filamen miosin maupun kompleks aktin tidak berubah.
Yang berubah adalah lebar pita I, bagian kompleks aktin yang tidak
tertutup oleh miosin.
Mekanisme gerakan sel otot
Sebelum menguraikan mekanisme gerakan sel otot, perlu kita tinjau
kembali struktur molekuler miosin dan kompleks aktin. Filamen miosin
terdiri dari ekor miosin, suatu protein berbentuk batang yang panjang,
yang terdiri dari rantai ringan dan rantai berat, dan kepala miosin
suatu protein globuler yang berinteraksi dengan kompleks aktin. Kompleks
aktin terdiri dari filamen aktin, tropomiosin, dan tropomin. Awal
pengkerutan sel otot terjadi pada pita A, di tempat miosin dan aktin
pada kedudukan tumpang tindih. Kepala miosin memiliki tempat kegiatan
ATPase yang kerjanya dipacu aktin, sehingga dapat dikatakan bahwa yang
merupakan elemen pembangkit tenaga adalah hubungan setiap aktin miosin.
Pengikatan ATP ke kepala miosin, menyebabkan lemahnya hubungan aktin
miosin dan mungkin melepaskan kepala miosin dari aktin. ATP terurai
menjadi ADP dan PI dua hasil dari hidrolisis ATP ini tetap berada pada
kepala miosin. Keberadaan senyawa-senyawa ini menimbulkan kepala miosin
bertenaga yang akan berputar sedemikian rupa sehingga kedudukannya tegak
lurus terhadap aktin. Pada keadaan seperti ini, apabila di dalam sel
terdapat cukup ion Ca, kepala miosin akan menempel pada aktin. Pada saat
menempel kepala miosin berubah kedudukan, yang semula tegak lurus
menjadi bersudut 45 derajat., hal ini menyebabkan aktin tertarik ke
tengah pita A. Selama kadar ion Ca di dalam sel cukup tinggi, daur
pengkerutan, pengendoran otot seran lintang dapat berjalan
bersinambungan.
Berbeda dengan otot seran lintang otot polos tidak memiliki pita-pita
gelap dan terang. Susunan miosin dan aktinnya tidak seperti sel otot
seran lintang. Aktin sel otot polos berbeda dari aktin otot seran
lintang dalam hal urutan asam aminonya. Miosin sel otot polos lebih
cenderung sama dengan miosin sel-sel bukan sel otot.
Gerakan sel bukan sel otot
Rakitan aktin paling dinamis dan rumit mungkin adalah rakitan yang
terlibat pada perpindahan sel. Gerakan sel seperti perpindahan
melibatkan terpadu dari komponen-komponen sitoskelet, terutama aktin.
Secara umum gerakan sel bukan sel otot yang mengakibatkan perpindahan
disebut gerakan amoeboid.
Pada dasarnya gerakan amoeboid ini berlandaskan pada perubahan keadaan
fisik sitoplasma yaitu, perubahan dari keadaan kental ke keadaan encer.
Perubahan kental ke encer ini mengakibatkan terjadinya aliran
sitoplasmik. Yang berperan dalam aliran sitoplasmik ini sebagian besar
adalah mikrofilamen terutama aktin. Sebagai contoh a-aktinin dan filamin
suatu protein pengikat silang yang terdapat di sitosol, mampu mengubah
keadaan sitoplasma dari encer ke kental sedangkan gelsolin dan vilin
justru kebalikannya.
Kerja gelsolin dan vilin sangat dipengaruhi oleh kadar ion Ca2+ selain
protein-protein tersebut di atas miosin yang terdapat di dalam sel bukan
sel otot ternyata juga berperan sangat penting dalam proses aliran
sitoplasmik. Diduga pendorong terjadinya aliran sitoplasmik adalah
interaksi antara miosin dan aktin, yang dipacu oleh keberadaan ion Ca2+.
Gerakan silia atau flagela
Silia dan flagela merupakan bentuk identik yang terjulur dari beberapa
jenis sel. Bentukan yang digolongkan ke dalam organela ini, memiliki
organisasi molekular sama. Dua organela ini berbeda dalam hal
gerakannya. Gerakan silia berupa lecutan trimatra, sedangkan flagela
gerakannya mengombak dwimatra. Flagela yang dengan pengamatan mikroskop
cahaya tampak seperti cambuk yang terjuntai ternyata memilki
ultrastruktur yang rumit. Elektron mikrograft menunjukkan bahwa flagela
terdiri dari mikrotubula yang berhubungan dengan badan basal yang
terletak di dalam sitoplasma. Ultrastruktur juntai flagela mirip dengan
badan basal. Keduanya terdiri dari 9 dublet mikrotubular.
Dublet-dublet tersebut tersusun melingkar dan radier terhadap dua buah
singlet mikrotubular, oleh karena itu flagela dinyatakan memiliki
susunan mikrotubula 9+2 (9dublet + 2 singlet). Setiap dublet saling
berhubungan dengan perantaraan protein penghubung yang disebut Dinein.
Dinein memilki gugus yang berperan sebagai ATP ase, sehingga dapat
dikatakan bahwa dinein bertanggungjawab pada terjadinya hidrolisis ATP.
Setiap dublet dihubungkan ke sepasang singlet pusat oleh molekul-molekul
protein yang berbentuk ruji-ruji.
Mekanisme gerakan flagella dan silia
Gerakan flagela maupun maupun silia berlandaskan pada kegiatan
mikrotubula. Ditinjau dari segi ultrastruktur, gerakan maupun silia,
merupakan gerak geseran antar dublet dengan perantaraan dinein. Terdapat
tiga komponen penyebab terjadinya geseran yaitu: mikrotubula, dinein
dan ATP. Dari bebrapa penelitian diperoleh keterangan bahwa apabila yang
berperan dalam pergeseran antar dublet hanya dinein, ATP dan
mikrotubula, flagela tidak akan melengkung tetapi dublet-dublet akan
saling terlepas. Lengkungan flagela dapat terjadi akibat kerjasama
ruji-ruji dengan pasangan singlet pusat. Pada keadaan tegak ruji-ruji
tidak bersentuhan dengan singlet pusat, dan berkedudukan tegak lurus
terhadap sumbu flagela. Pada keadaan melengkung ruji-ruji bersentuhan
dengan singlet pusat dan membentuk sudut lancip atau tumpul.
Mikrotubula selain berperan dalam gerakan silia juga berperan sebagai
pemandu dalam gerakan-gerakan yang terjadi di sitoplasma misalnya
gerakan pigmen.
Sitosol
Komponen kimiawi sitosol digambarkan dalam table di bawah ini
Unsur
Oxygen (O)
Unsur
Carbon (C)
Unsur
Hidrogen (H)
Unsur
Nitrogen (N)
Unsur
Kalsium (Ca)
Unsur
Fosfor (P)
Unsur
Klor (C l)
Unsur
Sulfur (S)
Unsur
Kalium (K)
Unsur
Natrium (N)
Unsur
Magnesium (Mg)
Unsur
Besi (Fe)
UnsurYodium
(I)
Enzim,
Hormon, Karbohidrat, Protein, Lipida,
dan lain-lain
|
62%
20%
10%
3%
2,5%
1,14%
0,16%
0,14%
0,11%
0,10%
0,75
0,10%
0,014%
gabungan
unsur-unsur yang tersebut di atas
|
Glikolisis:
Oleh:
R I S T I O N O S O E G E N G
Diadop dari: ISSOEGIANTI S. M. R